Untuk Mustaqim
meski langit sudah mengadah, dan
hamparan tanah menganga
setidaknya,
bangku – bangku kosong tetap mencari
jentik jemari mu untuk singgah semestinya
setelah sudah, maupun
sebelum kini.
Untuk Yeni
tahu?
pejantan merak pemilik bulu terindah?
dari gumpalan kepercayaan yang berbalik 360 derajat
tanpa siku,
tanpa sudut yang menyatakan bahwa aku adalah saya
meski dari poros,
setidaknya,
slot – slot kosong di rongga matamu, tetap
mengisi boklam 1 watt
untuk yakin
untuk melodi yang tidak akan pernah diaransement
Untuk Maya
tidak banyak
pola – pola yang diselubungi sekat transparan
dari celah kata
dari retakan sikap yang kasat mata
meski asap hitam jarang menelusuri pipa atap rumah
setidaknya,
awan putih tidak sembarangan meraupi
bulir air, ataupun
jernihnya nalar di belakang punggungmu.
Untuk Madkur
kerap kali
ku titi lidah
ku resapi tingkah
dalam sisi mata uang yang tidak pernah berubah
untuk meninggikan pondasi
bias dari tenangnya kubangan diri,
meski kokoh
tanpa serat –serat prasangka
tanpa dugaan yang ternyata
bergeser satu senti dari caganya
setidaknya,
empedu tetap pahit
jantung tetap segenggam tangan
dalam yakin mu
lusuh pada bilasan terakhir.
Untuk Etika
kutemukan
sekuntum bunga matahari di kerumunan ilalang
tunggal
tanpa batang – batang yang menguning, ataupun
rintihan di ujung purnama
meski miris,
dalam kurun,
kelopak mu
setidaknya,
atap tak
untuk pelanggaran di nisan emosi
hanya keras mu
bahkan rapuh mu.
Untuk Karmawan
terdengar
kocokan adonan kue di teras belakang
tambah mentega, dan
mengembang dalam pemanggang yang,
tertumpu di pantul jendela,
untuk cermin,
untuk laparnya lambung
meski setengah porsi,
setidaknya,
tapak mu berbagi,
di atas kerikil hitam
di belakang pagar, rimbun
benih mawar merah.
Untuk Dzulhan
sempat terbesit
lakon yang tak pernah sejajar
akan Arjuna dan Rahwana
dalam kesekian kalinya
tanpa script
bukan dalam improvisasi, namun
hanya deskripsi yang mungkin tak kunjung sama
setidaknya,
goresan pena menuntun
tak
tak
untuk lanjut
untuk mendua tanpa usai.
Untuk Siswati
tiap kayuh
tunjuk cemas seakan membungkus
tiap lirik mata yang gagap, juga
ingin yang tetap tertata di kotak kecil mu,
untuk nanti,
untuk hasrat yang jarang bertepi,
meski lamban,
tanpa tumpuan di sisi pundak,
setidaknya,
jerujimu,
tetap menjaga bulatnya roda,
sekarang,
jua sekarang.
Untuk Lily
ingat,
bisingnya dengkuran kucing
tak terhampiri luapan tawa
meski gembira,
meski sedih, ataupun
rendahnya plaket yang sekalipun tak diterima
akan jauh,
akan tertimbun di memori lama,
setidaknya,
dalam singgung,
pencernaan yang tak selamanya utuh,
kini,
angin malam sempat berteduh
membisiki kelamnya pagi hari.
Untuk Tantri
hanya saja,
anggap yang tak selalu terekam
puing yang jarang terpasang
karna butiran, bahkan
laguna yang terpisah dari lautan
meski fakta mu
melebihi lapisan sungging terekat padat
setidaknya,
satu fase layak terlewati
untuk paham mu
hinggap di rentan batas mu.
Untuk Dian
kenapa tidak,
menggigit daging dengan gerahammu
mungkin sedikit berbeda,
antara rasa dan usaha,
dari rajut yang tak pernah terurai, nantinya
keningmu
menjelajahi dimensi yang tak hinggap
setidaknya,
dengan kunci di kelingkingmu
kau tahu,
ada batasan yang membuka, baik
dalam mu,
di saat ungkapmu.
Untuk Yusi
saat sadar,
merpati coba tuk keluar dari sangkarnya,
meski terbuka,
tipuan tetap saja bersilat,
untuk tubuh yang tak lagi berbaris,
dengan tali,
setidaknya,
anganmu menunjuk arah,
membatasi ruang yang tak lagi sempit,
diri mu
dengan harga mu.
Untuk Anita
tidak ada,
kesan yang mengundang dalam nostalgia sempat,
untuk hal yang mungkin tak lagi terungkap
jadi ini,
kau pun seserahan dalam runtuhnya hujan,
untuk tetap,
meski sedikit,
setidaknya,
peron – peron tahu, kapan
kereta
Untuk Diriku
meski hanya bermain kembang api,
akhirnya terbakar juga,
meski hanya bermain cipratan air,
akhirnya basah kuyup juga,
meski hanya ragu tak berharga menyusup di cerobong nalar ini,
akhirnya jatuh juga, dan
dari sejuta ungkapan yang sudah dipelajari,
akhirnya paham juga,
tentang malam, dan
siang hari yang tak tergantikan,
oleh jamah, bukan
sembari yang tak penting di telusuri akan silsilah waktu,
dan dari durjana yang meresapi
semoga dalam senyap ini,
semua
bukan prematur.
De_souza
Metro, 21 Desember 2008